Manusia tidak akan bisa lepas dari permasalahan hidup. Itu merupakan suratan yang telah digariskan Tuhan sejak Adam dibuang ke bumi. Setiap kita pada dasarnya menginginkan kebahagiaan hidup, bukan tanpak hidup bahagia, seperti yang dipamerkan orang-orang berpengaruh di media sosial.
Semua orang memiliki standar kebahagiaan hidupnya masing-masing, bahkan Aristoteles pun punya kebahagiaan hidup dengan definisinya sendiri. Ada yang beranggapan bahwa bahagia cukup makan, bayar hutang, pasangan yang saling menerima, usaha yang bergerak stabil, hasil usaha yang memuaskan, tempat tinggal yang nyaman, tidak punya hutang dan banyak teman merupakan sebuah kebahagiaan. Adapula yang lebih dari itu, seperti kedudukan, harta berlimpah, rumah mewah dan pasangan yang sempurna.
 |
Image by Berdigdaya
|
Biarkanlah orang-orang bahagia dengan standarnya, dengan syarat tidak menimbulkan masalah baru dikemudian hari. Tidak menjadi bahan gunjingan dan olokan, atau bahkan berurusan dengan stabiltas mental dan spiritual.
Seawal mungkin kita harus mengatur langkah, merencakan kebahagiaan, menciptakan kebahagiaan, untuk mendapatkannya tanpa "ending" kecewa karena ekspektasi belebihan.
(Mama ku bilang "Ukua duduak jo tagak" dalam bahasa Minang, artinya ukur duduk dan berdiri, atau mengukur kemampuan dan kemauan agar seimbang).
Untuk memperoleh kebahagiaan, libatkanlah orang-orang yang kamu cintai, orang-orang yang dapat dipercaya dan orang-orang terdekat. Bangun kelompok dengan saling ketergantungan tanpa keakuan. Hubungan timbal balik dengan tidak mendominankan individu. Mengenyampingkan sikap egois, merasa lebih kuat, merasa lebih kaya, dan merasa lebih berkuasa. Kebahagiaan itu terletak pada diri sendiri dan tata kelolanya.
Aku Sarah Meilina, Untuk Dunia
Batam, 10 Agustus 2021
@berdigdaya
More From Author
Relationship